Jumat, 29 Maret 2013

“BUDAYA” MELUPAKAN BUDAYA SENDIRI



Oleh
Rizki Septiyadi Putra
Tidak bisa di pungkiri lagi bahwa era globalisasi sangatlah merajalela di negara-negara berkembang di dunia ini. Salah satunya adalah negeri tercinta kita ini, Indonesia. Globalisasi adalah dimana semua negara di dunia ini dapat berinteraksi satu dengan yang lain tanpa ada batasan ruang dan waktu. Globalisasi bisa berdampak positif maupun merugikan bagi suatu negara. Suatu negara bisa maju pesat apabila mampu memanfaatkan era globalisasi ini untuk memperkuat kedudukannya di mata dunia. Sebaliknya jika suatu negara tidak mampu menghadapi tantangan di era global ini, negara tersebut bisa saja hancur tergerus oleh globalisasi. Indonesia juga mau tidak mau harus siap menghadapi era globalisasi ini, dan berpartisipasi dalam persaingan global. Jika tidak siap dengan tantangan yang ada, sudah pasti kita tidak akan pernah bisa menjadi bangsa yang maju. Apa hubungannya dengan budaya sendiri? Bila saya kutip pengertian globalisasi dari wikipedia globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Ya, budaya populer sangat gampang di serap oleh masyarakat di seluruh dunia, dengan adanya era globalisasi yang membuat batas-batas negara semakin sempit. Sehingga budaya salah satu negara yang sedang populer bisa dapat cepat di gemari oleh negara lain. Ini berdampak negatif pada kita yang memiliki budaya yang sangat beragam jika kita sudah tidak memperdulikan kebudayaan sendiri khususnya generasi muda kita yang lebih suka dengan kebudayaan orang lain dalam hal ini negara orang. Dan membuat lupa akan kebudayaan sendiri.
Kenapa generasi muda kita lupa akan bdaya sendiri? Bagaimana cara menyadarkan bahwa budaya sendiri adalah jati diri negara? Apa saja yang harus kita lakukan sebagai salah satu generasi penerus bangsa untuk menjaga budaya sendiri? Bukanya adanya globalisasi kita bisa memperkuat pandangan negara di seluruh dunia terhadap negara kita semakin kuat? Knapa kita tidak bisa bersaing dengan negara lain? Kenapa anak muda sekarang lebih tertarik dengan kebudayaan orang? Terus siapa yang akan mengembangkan kebudayaan kita? Apa kita ingin budaya kita punah? Bagai mana anak cucu kita mengetahui budaya asli negerinya sendiri? Ini semua adalah pertanyaan yang harus kita pikirkan. Apakah anda tega dengan apa yang akan terjadi jika suatu negara melupakan budayanya sendiri dan tidak mampu bersaing di era globalisasi ini? Hancur! Ya suatu negara akan hancur jika kitak tidak bisa bersaing di era globalisasi ini. Dan salah satunya adalah budaya.
Sudah banyak budaya dan alat musik tradisional yang hampir punah dan di lupakan oleh generasi muda kita. Salah satunya budaya atau alat musik tradisional yang hampir lupa adalah karinding. Mungkin bagi sebagian orang cukup asing dengan alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dan pelepah kawung satu ini. Karinding bukan hanya ada di tatar priangan saja melainkan alat musik ini dikenal pula di Bali bernama genggong, Jawa Tengah menyebutnya rinding, kemudian Kalimantan menyebutnya karimbi dan beberapa tempat di luar negeri menamainya dengan zuesharp (harpanya dewa Zues). Dari sisi produksi suara tidak beda jauh, hanya cara memainkannya saja yang berbeda; ada yang di sentir, ada yang dipukul atau diketuk, dan ada pula yang ditarik dengan benang. Nah awalnya karinding dimainkan oleh para petani yang sedang ada disawah. Konon katanya dengan petani menggunakan atau memainkan karinding, hama yang ada di pertaniaannya akan pergi karena suara yang di hasilkan karinding tersebut.
Kendala yang kita hadapi dalam melestarikan salah satu budaya ini adalah ketidak tertarikan atau kurangnya rasa kecintaan terhadap budaya yang kita miliki. Banyak orang beranggapan bahwa budaya kita kuno, menurut saya ini sudah menjadi mental blok pada dirinya sendiri untuk melestarikan budayanya. Kemudian kendala selanjutnya, kurangnya reaksi pemerintah setidaknya pemerintah setempat untuk memberdayakan atau melestarikan budaya yang ada di sekitarnya sehingga masyarakat pun seakan “lupa”. Memang sekarang sangat sangat sulit menemukan alat tradisional ini apalagi yang memainkannya yang memerlukan kesabaran yang tinggi. Dan herannya orang luar atau negara lain tahu dan berminat belajar memainkan alat musik tradisional ini. Apakah kita mau anak cucu kita belajar kebudayaannya sendiri kepada “orang lain”.
Ini adalah tantangan untuk kita hai para generasi muda untuk tetap bersaing di era globalisasi ini. Saya ingat dengan pepatah sunda “tinu awi, ngangkat Nagara” yang berarti, dari bambu ngangkat derajat Negara, dari salah seorang pelestari alat musik ini yang biasa di kenal Abah Olot. Itu membuat saya pun berpikir kalo benar budaya adalah salah satu ciri atau jati diri negara tersebut dan kenapa kita lupa akan budaya sendiri? Tantangan yang kita hadapi adalah bukan hanya globalisasi saja tetapi diri kita sendiri. Bagaimana cara melestarikan semua yang kita punya di negeri tercinta ini. Apa kita hanya diam saja tidak melestarikan atau mengembangkan kebudayaan sendiri dan bergerak ketika kebudayaan kita sendiri diambil orang?
Peluang sangat besar untuk kita melestarikan alat musik tradisional ini. Bahkan memperkenalkan alat musik ini ke seluruh dunia pun peluangnya besar. Asal kita cermat dan cerdik memperkenalkan alat musik kita ini keseluruh dunia. Saya pikir keberagaman kebudayaan kita ini pun mencuri perhatian orang di dunia. Banyak orang asing yang sengaja bersekolah atau mengenyang pendidikan di Indonesia dan mereka pun mempelajari kebudayaan kita yang begitu banyak sehingga membuat peluang kita untuk mengembangkan kebudayaan kita sendiri.
Nah kesimpulan yang saya dapat adalah, kebudayaan itu sangat penting untuk suatu negara. Banyak orang yang lupa dan tidak tahu pentingnya menjaga kebudayaan sendiri seakan kita menghasilkan budaya baru yaitu (budaya) melupakan budaya sendiri. Solusi yang saya tawarkan yang pertama, pemerintah bisa lebih memberdayakan atau melestarikan budaya yang ada di sekitarnya sehingga masyarakat pun berbondong-bondong ikut melestarikan kebudayaannya. Kedua, dari diri kita sendiri sebagai generasi penerus bangasa lebih mencintai budaya sendiri, boleh kita menganut budaya orang lain tetapi tidak melupakan kebudayaan sendiri dan memadukan kebudayaan orang lain dengan budaya tradisional kita. Ini bagus untuk kita sebagai generasi muda. Ketiga, rajin memperkenalkan kebudayaan ke masyarakat agar masyarakat yang sudah mulai lupa akan budaya tersebut bisa membuat atau menimbulkan kembali akan kecintaannya terhadap budayanya sendiri. Dengan semua itu kita bisa mempertahankan atau melestarikan kebudayaan kita sendiri. Jika bukan kita yang melestarikannya siapa lagi?

* Penulis adalah Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS, Universitas Pendidikan Indonesia